BERJUMPA DENGAN ALLAH
DI DALAM KELUARGA
Oleh, Rev. Gilbert MF. Baker, M.Th

Ketika Tuhan menciptakan keluarga; yang dimaksudkan adalah sebuah keluarga yang kokoh. Hal itu tidak terjadi dengan sendirinya. Ada unsur-unsur yang diperlukan guna mencapai hal itu. Kesetiaan dan Kekudusan adalah dua hal yang sangat mendasar dalam membangun pernikahan yang sesuai dengan pola Allah.
1. Kesetiaan
Kata ‘setia’ yang memiliki 3 (tiga) pengertian, yaitu:
a. Patuh
“Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya bagi…”
Efesus 5:25
Dalam pengertian ini berarti seorang suami harus patuh pada prinsip-prinsip Alkitab bagaimana peran dan tanggung jawab seorang suami.
Peran suami ialah sebagai imam, nabi dan raja.
• Sebagai imam berarti bertanggung jawab untuk seluruh kehidupan rohani anggota keluarganya.
• Sebagai nabi, berarti bergaul intim dengan Tuhan sehingga mengerti kehendak Tuhan dan mengajarkannya kepada keluarganya.
• Sebagai raja berarti bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan keluarga, melindungi dan mengatur semua anggota keluarga.
Demikian juga seorang isteri harus patuh dan taat terhadap ketetapan-ketetapan Tuhan.
“Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat.”
Efesus 5:22-23
Peran isteri ialah penolong, pendamping dan penghibur.
• Sebagai ‘penolong’ berarti ia menolong suami untuk memaksimalkan perannya. Sama seperti Adam lebih maksimal setelah kehadiran Hawa. Mereka diberikan mandat yang lebih besar untuk menguasai dan menaklukkan bumi.
• Sebagai ‘pendamping’, walaupun secara fisik pria umumnya lebih kuat dari pada wanita, tetapi isteri memiliki kekuatan yang tidak dimiliki suami yaitu umumnya memiliki sensitifitas yang lebih tinggi. Peran sebagai pendamping terutama di dalam fungsi sosial.
• Sebagai ‘penghibur’ yang melayani kebutuhan emosional dan lahiriah suami. Dalam hal ini peran suami dan isteri tidak ada yang bisa menggantikan.
b. Tetap dan Teguh Hati
Tetap dan teguh hati kepada pasangan walaupun menghadapi berbagai kesulitan dan tantangan. Menikah dengan orang yang dicintai bukan berarti tidak ada konflik atau masalah, tetapi merajut cinta di tengah konflik atau masalah itulah seni sebuah pernikahan.
Pernikahan bukanlah satu perjalanan yang hanya untuk bersenang-senang, tetapi merupakan lembaga ciptaan Allah; sebagai mitra-Nya untuk menggenapkan rencana-Nya. Kejadian 1:26-28
c. Berpegang Teguh pada Pendirian atau Janji
Dalam menjalani pernikahan banyak hal yang dapat membuat suami dan isteri tergoda untuk mengingkari janji setianya. Saat suami melihat dan menemukan hal-hal yang tidak disukai dalam diri isterinya, demikian pun sebaliknya. Hal ini berpotensi kuat dapat menggoyahkan kesetiaan pasangan dalam pernikahan.
Pada umumnya berapa tahun pun dalam pergaulan pranikah setiap pribadi cenderung lebih melihat kelebihan-kelebihan pasangannya.
Menurut Walter Trobisch penulis buku I Married You, berapa lama pun berpacaran, maksimum seseorang dapat mengenal pasangannya hanya sebesar 30%, itupun umumnya hal-hal yang baik.
Kesetiaan berarti berpegang teguh pada janji yang telah diikrarkan sewaktu pemberkatan nikah dan pencatatan sipil. Janji nikah tersebut diucapkan di hadapan berbagai pihak:
1. Di hadapan Tuhan
2. Di hadapan hamba Tuhan dan seluruh pengerja
3. Di hadapan orangtua mempelai dan seluruh keluarga besar yang menghadiri
4. Diucapkan terhadap mempelai wanita oleh mempelai pria
5. Diucapkan terhadap mempelai pria oleh mempelai wanita
6. Diucapkan di hadapan petugas Negara yakni dalam pencatatan sipil
7. Diucapkan di hadapan seluruh keluarga, teman dan handai taulan
Ketidaksetiaan ataupun pelanggaran terhadap janji nikah berarti mengingkari perjanjian yang telah diucapkan di hadapan tujuh pihak di atas. Firman Allah berkata:
“Sebab Aku membenci perceraian, firman TUHAN semesta alam. Maka jagalah dirimu dan janganlah berkhianat.”
Maleakhi 2:16
Dalam pemberkatan nikah, janji yang diucapkan oleh kedua mempelai tidak dibatasi oleh waktu, tetapi sampai kematian yang memisahkan. Karena itu kesetiaan adalah hal yang sangat prinsip dalam pernikahan.
2. Kekudusan
Kekudusan adalah unsur kedua yang penting dalam pernikahan. Kata ‘kudus’ dalam bahasa Yunani adalah hagios, yang artinya dipisahkan atau dikhususkan hanya untuk Tuhan.
• ‘Kudus’ dalam Hidup Nikah
Artinya gaya hidup dan standar moral yang dijalani oleh setiap pasangan Kristen tidak sama dengan gaya hidup dunia ini. (Roma 12:2)
• ‘Kudus’ dalam Pekerjaan
Pekerjaan harus dilihat sebagai mandat yang Tuhan berikan guna dipakai untuk membangun Kerajaan Allah, bukan hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Semua potensi dan karunia harus digunakan secara maksimal saat melakukan pekerjaan yang telah Tuhan percayakan.
• ‘Kudus’ dalam Hobby
Setiap orang memiliki hobby tetapi hobby tidak boleh mengalahkan hal-hal yang menjadi prioritas utama. Jika hal itu terjadi maka hobby sudah menjadi berhala. Hobby jangan sampai lebih penting dari kebersamaan dengan keluarga.
• ‘Kudus’ dalam Keuangan
Umat Tuhan tidak mungkin mencintai Tuhan dengan sungguh-sungguh dan pada waktu yang sama juga mencintai Mamon. Cinta pada Mamon menggeser cinta pada Tuhan.
“Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar”
1 Timotius 6:6.
Ibadah yang disertai rasa cukup, dapat mensyukuri semua pemberian Tuhan. Alkitab selanjutnya berkata:
“Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu. Karena Allah telah berfirman: “Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau.”
Ibrani 13:5
Semua fasilitas, uang dan materi lain adalah pemberian Tuhan untuk dikelola bagi kemuliaan-Nya. Kita bukanlah pemilik, tetapi hanya pengelola. Ketika kita berpikir bahwa uang berasal dari keringat dan air mata sendiri, maka kita akan memegangnya jauh lebih erat. Kita menjadi terikat dengan uang kita, dan uang itu sebenarnya menjadi tuan kita. Tetapi ketika kita melihat diri kita sebagai seorang pengelola dan mengakui uang sebagai berkat Allah – meskipun kita bekerja untuk mendapatkannya, hal itu akan mengubah posisi uang dalam hidup kita. Uang tidak lagi mengendalikan kita tapi hanya menjadi sebuah sarana.
Uang menjadi sesuatu yang kudus, bilamana tidak mengendalikan kehidupan pernikahan, tetapi Roh Kudus yang mengendalikan. Secara praktis, setiap berkat yang diterima selalu disyukuri dengan memberikan persembahan persepuluhan, persembahan syukur, ditabung, baru sisanya yang dipakai. Semua pemakaian uang harus tetap bermuara untuk membangun kerajaan Allah.
• Kudus dalam Hubungan Intim Sebagai Suami Isteri
Pernikahan adalah hal yang sangat ekslusif yang tidak dapat dibagikan kepada siapapun. Fungsi seorang ayah atau ibu masih dapat digantikan oleh orang lain, tetapi fungsi sebagai suami atau isteri tidak ada pribadi yang dapat mewakilinya. Jika suami atau isteri berhalangan maka tidak dapat diwakilkan kepada pribadi yang lain dengan alasan apapun juga.
Prinsip Firman Allah:
1. Seks adalah ciptaan Allah yang kudus
(Kejadian 1:27)
2. Seks hanya dapat dinikmati dalam pernikahan
(Kejadian 1:27-28;2:24)
3. Seks bukan hanya untuk prokreasi, tetapi juga untuk rekreasi
(Amsal 5:15-19, Kidung Agung 7:1-3)
4. Seks bukan sebagai akibat dosa
(Kejadian 1:27-28)
5. Seks diberikan dalam pernikahan untuk menghindari percabulan
(1 Korintus 7:1-5)
6. Seks diberikan untuk dinikmati secara bersama oleh suami isteri
(Kejadian 1:28)
7. Seks harus dikembalikan untuk kemuliaan Allah
(Kejadian 1:28, Kolose 3:17,23)
“Hendaklah kamu semua penuh hormat terhadap perkawinan dan janganlah kamu mencemarkan tempat tidur, sebab orang-orang sundal dan pezinah akan dihakimi Allah.” (Ibrani 13:4). (JS)
 “Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu.
Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah,
tidak boleh diceraikan manusia.”
(Matius 19:6)


Dasar pernikahan kristen?
Nilai dari sebuah pernikahan Kristen adalah terletak pada “dasar” terjadinya, yaitu inisiatif Sang Pencipta, bukan inisiatif manusia. Oleh karena itu, pernikahan bukan hanya antar dua pribadi manusia, namun ada kehadiran pribadi Sang Pencipta di dalamnya. Tujuan utama dari pernikahan Kristen “bukanlah” untuk memperoleh kebahagiaan, namun sebagai sarana untuk saling bertumbuh secara karakter, sehingga menjadi serupa dengan karakter Kristus. Yang artinya, kebahagiaan adalah “anugerah” (hadiah). Salah satu bentuk pertumbuhan yang dimaksud adalah bagaimana kita menyadari akan peran (role) utama dari seorang suami maupun seorang isteri
Prinsip Alkitab (Kej.2:18)
Suami adalah kepala keluarga, isteri adalah penolong yang sepadan (pola unequal ness). Pertanyaan kita mungkin, mengapa konsepnya harus seperti ini? Apakah Allah pilih kasih? Untuk menjawab pertanyaan tersebut hanya bisa diterima dalam iman dan ketaatan, sebab tidak selalu jalan Allah bisa dipahami. Contohnya: Mengapa Allah memilih Yakub bukannya Esau, Yehuda bukannya Yusuf, Musa bukannya Harun, Daud yang masih imut dan bukannya Kakak-kakaknya yang lebih kuat dan gagah.
Apa artinya kepala keluarga? Allah menetapkan segala “jabatan” sebagai anugerah, bukan berdasarkan bakat-bakat atau kemampuan pribadi (contoh: Musa, Daud, dll), tapi berdasarkan tanggungjawab. Dalam hal ini berlaku (termasuk) juga Kepala Keluarga (KK). Jadi, suami akan dihormati sebagai KK kalau bertanggungjawab. KK tidak sama dengan “raja yang otoriter”, tapi servant-leader (orang pertama yang meneladani Kristus)
Apa dasar perbedaan peran tersebut? Dasar perbedaan peran tidak terletak pada perbedaan jenis pekerjaan (pekerjaan rumah atau pencari nafkah), namun dalam pertanggungjawaban pekerjaan. Adapun bentuk pertanggungjawaban adalah: Suami sebagai perancang, pemikir, pengambil keputusan, servant-leader, pembela, pelindung; sedangkan Isteri sebagai penolong, memberi dukungan, teman bicara, dsb.
Bagaimana Kondisi Pernikahan Anda Saat Ini? Apakah Anda merasa terjebak? “Pernikahan itu seperti sangkar: burung-burung tanpa sadar masuk & mereka frustasi untuk dapat keluar.” (Montaigne)
Perhatikan dua pertanyaan berikut ini: Mengapa Isteri sulit tunduk kepada Suami? Mengapa Suami sulit untuk mengasihi Isteri?
The Iceberg Phenomena. Sebuah gambaran permasalahan pasutri sebagaimana kita melihat fenomena gunung es, di mana permasalahan tersebut baru pada permukaannya. Dan sesungguhnya permasalah sebenarnya lebih besar. Hal ini bisa dipahami mengingat pernikahan dipengaruhi oleh masa lalu masing-masing.
Pernikahan lebih banyak dipengaruhi oleh masalah masa lalu (faktor predisposisi) yang belum terselesaikan. Faktor-faktor lain seperti masalah ekonomi, konflik, bencana, dll, hanya faktor pencetus (faktor precipitasi).
Perkawinan terjadi oleh empat pribadi yakni: antara Pribadi Dewasa Pria + Pribadi Kanak-kanak Pria dengan Pribadi Dewasa Wanita + Pribadi Kanak-kanak Wanita.
Masalah masa lalu inilah yang justru merupakan salah satu penghalang terbesar yang dapat merintangi kebahagiaan dalam pernikahan, sebab pengalaman masa lalu “mengendalikan” kehidupan Anda saat ini. Sikap Anda terhadap pasangan, anak, dan orang lain, kemungkinan besar dapat ditemukan dalam sikap & reaksi Anda yang Anda “pelajari/terima” ketika masih kanak-kanak.
Contoh perbuatan atau hubungan suami dan  isteri
Perbuatan yang menipu
  • Melakukan segala sesuatu hanya untuk menyenangkan pasangan
  • Sebenarnya dilakukan bukan karena cinta, melainkan untuk mendapatkan penerimaan/cinta pasangan
  • Lebih mengandalkan perasaan dibandingkan akal sehat, sehingga: sulit untuk berkata “tidak”, lebih sering mengalah/berkorban, kurang objektif.
Teknik mengelabui pasangan
  • Suka mengontrol/mengatur pasangannya, supaya memperoleh rasa hormat/respek
  • Terlalu mengandalkan rasio (objektifitas tinggi), sehingga: empati rendah, miskin emosi, hambar, mudah marah, legalis, perfeksionis.
Hubungan antara Peran Suami-Isteri Terhadap Keuangan Keluarga

Keluarga dan pekerjaan merupakan dua hal yang tidak terpisahkan, sebab keduanya saling mempengaruhi. Pekerjaan menghasilkan income, yang kemudian akan menentukan standar kehidupan keluarga tersebut.
Gambaran ideal/tradisional
Laki-laki sebagai providers sedangkan Perempuan sbg homemakers. Pada kondisi saat ini mulai terjadi pergeseran. Wanita Bekerja: Pendidikan meningkat yang berpengaruh munculnya tuntutan pendapatan, karir, jabatan meningkat, pengaruh meningkat, kesadaran (awareness) terhadap personal option meningkat dan timbulnya kebutuhan untuk self-expression & self-fulfillment.
Power in Relationship & Decision Making
Tingkat penghasilan suami-isteri berpengaruh terhadap besarnya kekuasaan masing-masing dalam pengambilan keputusan. Uang sering diterjemahkan dengan kekuasaan. Jadi ketika suami-isteri bekerja, konsep tradisional di mana suami yang selama ini sebagai single power, mulai harus berbagi. Bagaimana jika penghasilan isteri lebih besar? Posisi tawar menawar isteri bekerja juga semakin tinggi, sehingga jika mereka merasa tidak bahagia, mereka tidak takut untuk (mengancam) bercerai.

Kebahagiaan Pernikahan
Mana yang lebih bahagia, keluarga yang double income atau single income? (tingkat kepuasan pernikahan). Hasil riset mengungkapkan bahwa:
1. Isteri rumahan lebih bahagia daripada isteri yang bekerja (gaji kecil, status rendah, dll)
2. Isteri yang bekerja lebih bahagia daripada isteri rumahan
3. Para suami, baik dari isteri rumahan maupun isteri bekerja, tingkat kebahagiaannya sama
Apa artinya?
  • Sikap/pandangan masing-masing pasangan terhadap pekerjaan merupakan hal yang sangat penting
  • Jika suami/isteri tidak setuju dengan pekerjaan pasangannya, atau jika isteri bekerja hanya karena faktor ekonomi semata, maka konflik dan ketegangan cenderung terjadi
  • Bagi para isteri yang lebih suka menjadi ibu rumah tangga akan merasa bekerja menjadi sebuah keterpaksaan
  • Sedangkan bagi para suami yang berprinsip bahwa hanya laki-laki saja yang bekerja akan merasa terancam perannya karena memiliki isteri yang bekerja, apalagi kalau penghasilan isteri lebih besar (rendah diri)
  • Bagaimana dengan waktu bersama?
  • Bagaimana dengan beban isteri bekerja? Berarti suami (suami lebih sedikit perannya di rumah)
  • Setelah uang, hal yang paling menentukan apakah seorang wanita yang menikah itu bahagia atau tidak adalah seberapa besar keterlibatan suaminya dalam urusan rumah tangga.
Beberapa Prinsip tentang Peran Suami-Isteri
Peran yang tepat akan membawa kebersamaan daripada keterpisahan. Kita sedang membagi tanggung-jawab, bukan sekedar membagi tugas (tugas suami ini & tugas isteri itu). Suami-isteri adalah “satu daging”, yang juga berarti satu tim kerja.
Beberapa Prinsip tentang Peran Suami-Isteri, peran yang tepat dapat diperoleh dengan mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan pasangan. Misal: kalau biasanya pengaturan keuangan keluarga dianggap sebagai “tugas” isteri, namun kalau ternyata suami lebih efektif dalam mengelolanya, maka suami bisa mengambil alih.
Beberapa Prinsip tentang Peran Suami-Isteri, peran yang tepat bersifat tidak kaku (fleksibel). Misal: kalau isteri juga bekerja, maka tidaklah fair kalau semua tugas rutin rumah tangga dibebankan pada dirinya saja. Peran yg tepat rela berkorban: Ada beberapa pekerjaan yang “kalau bisa” bukan dia yang melakukannya. Misal: bangun di tengah malam karena si kecil menangis, membantu anak (kecil) buang air besar, dll
Money Matters
“Cinta akan uang adalah akar dari segala kejahatan” Dapat disejajarkan dengan:”Salah dalam mengelola keuangan merupakan akar dari segala jenis permasalahan manusia”
Eksistensi uang bukanlah masalah utamanya, melainkan sikap (attitude) terhadap uang dan ketidakefisienan (inefficiency) dalam mengelola uang secara bijaksana. Baca: Ibr 13:5
Apa yang Alkitab katakan tentang uang?
  1. Uang harus dipandang secara realistis. Artinya: uang dan kekayaan hanya bersifat sementara (temporer) Contoh: Luk 12:16-21. Mengapa Yesus mengatakan bahwa orang kaya tersebut adalah bodoh? Karena orang tersebut hanya kaya secara duniawi tapi miskin dalam relasi dengan Allah karena baginya uang menjadi pusat (center) hidup.
  2. Uang disediakan oleh Allah (Fil 4:19; Mat 6:25-34). Oleh karena itu, semua yang kita miliki adalah “milik” Allah. Kita diminta untuk bergantung pada pemeliharaan dan penyertaan (providensia) Allah (bagi orang beriman mencegah kekuatiran)
  3. Uang dapat menjadi sumber masalah: a). Vertikal: menghambat pertumbuhan rohani. Yesus mengatakan bahwa uang dapat menjadi allah lain dihati kita, sehingga kita harus “memilih” siapa yang menjadi Allah kita: Yesus atau Uang. b). Horizontal: sumber konflik dengan sesama (Luk 12:13-15)
  4. Uang harus dikelola secara bijaksana. “God’s own it, and I manage it” Tuhan yang empunya, kita hanya sebagai pengelola oleh karena itu: a. Gained honestly, b. Invested carefully, c. Spent realistically, d. Shared joyfully.
Penyebab Masalah Keuangan
1. Nilai-nilai yang terdistorsi. Materialisme, Hedonisme, Konsumerisme, Instan, Keserakahan, dll.
2. Penggunaan yang tidak bijak
a. Impulsif (contoh: suami yang selalu “menggandeng mesra” isterinya kalau di mall karena takut lepas dan tak terkendali dalam berbelanja)
b. Tidak ada limitasi
c. Spekulasi, akarnya: ingin cepat kaya (contoh: seorang bapak yang ludes uang pensiunnya karena spekulasi di bisnis yang tidak dikuasainya).
d. Kredit. Beberapa hal yang perlu diperhatikan:
• Menggunakan kartu kredit seolah-olah tidak mengeluarkan uang (riil), sehingga godaan untuk belanja sangat besar (impulsive buying)
• Penggunaan credit card (yang tidak bijak) merupakan cara “membelanjakan uang yang tidak kita punya dan membeli barang-barang yang tidak kita butuhkan”
3. Perencanaan (budget) yang lemah
Fungsi budget:
· mencegah impulsivitas (harus mempertimbangkan prioritas)
· kontrol pengeluaran
· menyisihkan untuk tabungan (saving)
· antisipasi masalah untuk menghindari/mencegah stress
· alokasi pemberian/persembahan
4. Kurang memberi. Ada 3 area menurut Alkitab: Tuhan, sesama tubuh Kristus, dan orang miskin. Dilakukan dengan kacamata iman (memberi dan menerima adalah paralel bagi Tuhan). Ada janji berkat Tuhan di balik persembahan kita berikan, meski berkat Tuhan tidak selalu identik dengan uang.
Menghadapi Pasangan yang Terlalu Banyak Belanja
  1. Sadari bahwa suami-isteri adalah satu tim dalam masalah keuangan. Kemungkinan besar tidak ada seorang suami/isteri pun yang suka “diingatkan” Mengapa? Ia merasa tidak dipercaya, tidak dihargai, dll  Perhatikan! Adalah lebih penting menjaga relasi yang sehat dibandingkan detail daftar pengeluaran. Jika kita menempatkan relasi suami-isteri sebagai satu tim, maka akan lebih mudah untuk mencari solusi terhadap pengeluaran yang tidak disepakati.
  2. Mencoba memahami alasan di balik sikap pasangan tersebut. Akar dari masalah ini adalah: “mencari rasa aman” (security) Misal: Kalau isteri selalu beli make up bermerk keluaran terbaru terciptanya rasa aman untuk selalu terlihat cantik di mata suami.
  3. Memberikan pemahaman bahwa kita harus “hidup” di bawah jumlah penghasilan. Kuncinya adalah: budget planning yang baik.
 Tuhan Yesus memberkati



Komentar

Postingan populer dari blog ini