BERJUMPA DENGAN ALLAH
DI DALAM KELUARGA
Oleh, Rev.
Gilbert MF. Baker, M.Th
Ketika Tuhan menciptakan keluarga; yang
dimaksudkan adalah sebuah keluarga yang kokoh. Hal itu tidak terjadi dengan
sendirinya. Ada unsur-unsur yang diperlukan guna mencapai hal itu. Kesetiaan
dan Kekudusan adalah dua hal yang sangat mendasar dalam membangun pernikahan
yang sesuai dengan pola Allah.
1. Kesetiaan
Kata ‘setia’ yang memiliki 3 (tiga)
pengertian, yaitu:
a. Patuh
“Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana
Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya bagi…”
Efesus 5:25
Efesus 5:25
Dalam pengertian ini berarti seorang suami
harus patuh pada prinsip-prinsip Alkitab bagaimana peran dan tanggung jawab
seorang suami.
Peran suami ialah sebagai imam, nabi dan
raja.
• Sebagai imam berarti bertanggung jawab
untuk seluruh kehidupan rohani anggota keluarganya.
• Sebagai nabi, berarti bergaul intim
dengan Tuhan sehingga mengerti kehendak Tuhan dan mengajarkannya kepada
keluarganya.
• Sebagai raja berarti bertanggung jawab
untuk memenuhi kebutuhan keluarga, melindungi dan mengatur semua anggota
keluarga.
Demikian juga seorang isteri harus patuh
dan taat terhadap ketetapan-ketetapan Tuhan.
“Hai isteri, tunduklah kepada suamimu
seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus
adalah kepala jemaat.”
Efesus 5:22-23
Efesus 5:22-23
Peran isteri ialah penolong, pendamping
dan penghibur.
• Sebagai ‘penolong’ berarti ia menolong
suami untuk memaksimalkan perannya. Sama seperti Adam lebih maksimal setelah
kehadiran Hawa. Mereka diberikan mandat yang lebih besar untuk menguasai dan
menaklukkan bumi.
• Sebagai ‘pendamping’, walaupun secara
fisik pria umumnya lebih kuat dari pada wanita, tetapi isteri memiliki kekuatan
yang tidak dimiliki suami yaitu umumnya memiliki sensitifitas yang lebih
tinggi. Peran sebagai pendamping terutama di dalam fungsi sosial.
• Sebagai ‘penghibur’ yang melayani
kebutuhan emosional dan lahiriah suami. Dalam hal ini peran suami dan isteri
tidak ada yang bisa menggantikan.
b. Tetap dan Teguh Hati
Tetap dan teguh hati kepada pasangan
walaupun menghadapi berbagai kesulitan dan tantangan. Menikah dengan orang yang
dicintai bukan berarti tidak ada konflik atau masalah, tetapi merajut cinta di
tengah konflik atau masalah itulah seni sebuah pernikahan.
Pernikahan bukanlah satu perjalanan yang
hanya untuk bersenang-senang, tetapi merupakan lembaga ciptaan Allah; sebagai
mitra-Nya untuk menggenapkan rencana-Nya. Kejadian 1:26-28
c. Berpegang Teguh pada Pendirian atau
Janji
Dalam menjalani pernikahan banyak hal yang
dapat membuat suami dan isteri tergoda untuk mengingkari janji setianya. Saat
suami melihat dan menemukan hal-hal yang tidak disukai dalam diri isterinya,
demikian pun sebaliknya. Hal ini berpotensi kuat dapat menggoyahkan kesetiaan
pasangan dalam pernikahan.
Pada umumnya berapa tahun pun dalam
pergaulan pranikah setiap pribadi cenderung lebih melihat kelebihan-kelebihan
pasangannya.
Menurut Walter Trobisch
penulis buku I Married You, berapa lama pun berpacaran, maksimum
seseorang dapat mengenal pasangannya hanya sebesar 30%, itupun umumnya hal-hal
yang baik.
Kesetiaan berarti berpegang teguh pada
janji yang telah diikrarkan sewaktu pemberkatan nikah dan pencatatan sipil.
Janji nikah tersebut diucapkan di hadapan berbagai pihak:
1. Di hadapan Tuhan
2. Di hadapan hamba Tuhan dan seluruh
pengerja
3. Di hadapan orangtua mempelai dan
seluruh keluarga besar yang menghadiri
4. Diucapkan terhadap mempelai wanita oleh
mempelai pria
5. Diucapkan terhadap mempelai pria oleh
mempelai wanita
6. Diucapkan di hadapan petugas Negara
yakni dalam pencatatan sipil
7. Diucapkan di hadapan seluruh keluarga,
teman dan handai taulan
Ketidaksetiaan ataupun pelanggaran
terhadap janji nikah berarti mengingkari perjanjian yang telah diucapkan di hadapan
tujuh pihak di atas. Firman Allah berkata:
“Sebab Aku membenci perceraian, firman
TUHAN semesta alam. Maka jagalah dirimu dan janganlah berkhianat.”
Maleakhi 2:16
Dalam pemberkatan nikah, janji yang
diucapkan oleh kedua mempelai tidak dibatasi oleh waktu, tetapi sampai kematian
yang memisahkan. Karena itu kesetiaan adalah hal yang sangat prinsip dalam
pernikahan.
2. Kekudusan
Kekudusan adalah unsur kedua yang penting
dalam pernikahan. Kata ‘kudus’ dalam bahasa Yunani adalah hagios, yang artinya
dipisahkan atau dikhususkan hanya untuk Tuhan.
• ‘Kudus’ dalam Hidup Nikah
Artinya gaya hidup dan standar moral yang
dijalani oleh setiap pasangan Kristen tidak sama dengan gaya hidup dunia ini. (Roma
12:2)
• ‘Kudus’ dalam Pekerjaan
Pekerjaan harus dilihat sebagai mandat
yang Tuhan berikan guna dipakai untuk membangun Kerajaan Allah, bukan hanya
sekedar untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Semua potensi dan karunia harus
digunakan secara maksimal saat melakukan pekerjaan yang telah Tuhan percayakan.
• ‘Kudus’ dalam Hobby
Setiap orang memiliki hobby tetapi hobby
tidak boleh mengalahkan hal-hal yang menjadi prioritas utama. Jika hal itu
terjadi maka hobby sudah menjadi berhala. Hobby jangan sampai lebih penting
dari kebersamaan dengan keluarga.
• ‘Kudus’ dalam Keuangan
Umat Tuhan tidak mungkin mencintai Tuhan
dengan sungguh-sungguh dan pada waktu yang sama juga mencintai Mamon. Cinta
pada Mamon menggeser cinta pada Tuhan.
“Memang ibadah itu kalau disertai rasa
cukup, memberi keuntungan besar”
1 Timotius 6:6.
Ibadah yang disertai rasa cukup, dapat
mensyukuri semua pemberian Tuhan. Alkitab selanjutnya berkata:
“Janganlah kamu menjadi hamba uang dan
cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu. Karena Allah telah berfirman:
“Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan
meninggalkan engkau.”
Ibrani 13:5
Ibrani 13:5
Semua fasilitas, uang dan materi lain
adalah pemberian Tuhan untuk dikelola bagi kemuliaan-Nya. Kita bukanlah
pemilik, tetapi hanya pengelola. Ketika kita berpikir bahwa uang berasal dari
keringat dan air mata sendiri, maka kita akan memegangnya jauh lebih erat. Kita
menjadi terikat dengan uang kita, dan uang itu sebenarnya menjadi tuan kita.
Tetapi ketika kita melihat diri kita sebagai seorang pengelola dan mengakui
uang sebagai berkat Allah – meskipun kita bekerja untuk mendapatkannya, hal itu
akan mengubah posisi uang dalam hidup kita. Uang tidak lagi mengendalikan kita
tapi hanya menjadi sebuah sarana.
Uang menjadi sesuatu yang kudus, bilamana
tidak mengendalikan kehidupan pernikahan, tetapi Roh Kudus yang mengendalikan.
Secara praktis, setiap berkat yang diterima selalu disyukuri dengan memberikan
persembahan persepuluhan, persembahan syukur, ditabung, baru sisanya yang
dipakai. Semua pemakaian uang harus tetap bermuara untuk membangun kerajaan
Allah.
• Kudus dalam Hubungan Intim Sebagai Suami
Isteri
Pernikahan adalah hal yang sangat ekslusif
yang tidak dapat dibagikan kepada siapapun. Fungsi seorang ayah atau ibu masih
dapat digantikan oleh orang lain, tetapi fungsi sebagai suami atau isteri tidak
ada pribadi yang dapat mewakilinya. Jika suami atau isteri berhalangan maka
tidak dapat diwakilkan kepada pribadi yang lain dengan alasan apapun juga.
Prinsip Firman Allah:
1. Seks adalah ciptaan Allah yang kudus
(Kejadian 1:27)
2. Seks hanya dapat dinikmati dalam
pernikahan
(Kejadian 1:27-28;2:24)
3. Seks bukan hanya untuk prokreasi,
tetapi juga untuk rekreasi
(Amsal 5:15-19, Kidung Agung 7:1-3)
4. Seks bukan sebagai akibat dosa
(Kejadian 1:27-28)
5. Seks diberikan dalam pernikahan untuk
menghindari percabulan
(1 Korintus 7:1-5)
6. Seks diberikan untuk dinikmati secara
bersama oleh suami isteri
(Kejadian 1:28)
7. Seks harus dikembalikan untuk kemuliaan
Allah
(Kejadian 1:28, Kolose 3:17,23)
“Hendaklah kamu semua penuh hormat
terhadap perkawinan dan janganlah kamu mencemarkan tempat tidur, sebab
orang-orang sundal dan pezinah akan dihakimi Allah.” (Ibrani 13:4).
(JS)
“Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan
satu.
Karena itu, apa yang telah dipersatukan
Allah,
tidak boleh diceraikan manusia.”
(Matius 19:6)
Dasar
pernikahan kristen?
Nilai dari
sebuah pernikahan Kristen adalah terletak pada “dasar” terjadinya, yaitu
inisiatif Sang Pencipta, bukan inisiatif manusia. Oleh karena itu, pernikahan
bukan hanya antar dua pribadi manusia, namun ada kehadiran pribadi Sang
Pencipta di dalamnya. Tujuan utama dari pernikahan Kristen “bukanlah” untuk
memperoleh kebahagiaan, namun sebagai sarana untuk saling bertumbuh secara
karakter, sehingga menjadi serupa dengan karakter Kristus. Yang artinya,
kebahagiaan adalah “anugerah” (hadiah). Salah satu bentuk pertumbuhan yang
dimaksud adalah bagaimana kita menyadari akan peran (role) utama dari seorang
suami maupun seorang isteri
Prinsip
Alkitab (Kej.2:18)
Suami adalah
kepala keluarga, isteri adalah penolong yang sepadan (pola unequal ness).
Pertanyaan kita mungkin, mengapa konsepnya harus seperti ini? Apakah Allah
pilih kasih? Untuk menjawab pertanyaan tersebut hanya bisa diterima dalam iman
dan ketaatan, sebab tidak selalu jalan Allah bisa dipahami. Contohnya: Mengapa
Allah memilih Yakub bukannya Esau, Yehuda bukannya Yusuf, Musa bukannya Harun,
Daud yang masih imut dan bukannya Kakak-kakaknya yang lebih kuat dan gagah.
Apa artinya
kepala keluarga? Allah menetapkan segala “jabatan” sebagai anugerah, bukan
berdasarkan bakat-bakat atau kemampuan pribadi (contoh: Musa, Daud, dll), tapi
berdasarkan tanggungjawab. Dalam hal ini berlaku (termasuk) juga Kepala
Keluarga (KK). Jadi, suami akan dihormati sebagai KK kalau bertanggungjawab. KK
tidak sama dengan “raja yang otoriter”, tapi servant-leader (orang pertama yang
meneladani Kristus)
Apa dasar
perbedaan peran tersebut? Dasar perbedaan peran tidak terletak pada perbedaan
jenis pekerjaan (pekerjaan rumah atau pencari nafkah), namun dalam
pertanggungjawaban pekerjaan. Adapun bentuk pertanggungjawaban adalah: Suami
sebagai perancang, pemikir, pengambil keputusan, servant-leader, pembela,
pelindung; sedangkan Isteri sebagai penolong, memberi dukungan, teman bicara,
dsb.
Bagaimana
Kondisi Pernikahan Anda Saat Ini? Apakah Anda merasa terjebak? “Pernikahan itu
seperti sangkar: burung-burung tanpa sadar masuk & mereka frustasi untuk
dapat keluar.” (Montaigne)
Perhatikan
dua pertanyaan berikut ini: Mengapa Isteri sulit tunduk kepada Suami? Mengapa
Suami sulit untuk mengasihi Isteri?
The Iceberg
Phenomena. Sebuah gambaran permasalahan pasutri sebagaimana kita melihat
fenomena gunung es, di mana permasalahan tersebut baru pada permukaannya. Dan
sesungguhnya permasalah sebenarnya lebih besar. Hal ini bisa dipahami mengingat
pernikahan dipengaruhi oleh masa lalu masing-masing.
Pernikahan
lebih banyak dipengaruhi oleh masalah masa lalu (faktor predisposisi) yang
belum terselesaikan. Faktor-faktor lain seperti masalah ekonomi, konflik,
bencana, dll, hanya faktor pencetus (faktor precipitasi).
Perkawinan
terjadi oleh empat pribadi yakni: antara Pribadi Dewasa Pria + Pribadi
Kanak-kanak Pria dengan Pribadi Dewasa Wanita + Pribadi Kanak-kanak Wanita.
Masalah masa
lalu inilah yang justru merupakan salah satu penghalang terbesar yang dapat
merintangi kebahagiaan dalam pernikahan, sebab pengalaman masa lalu
“mengendalikan” kehidupan Anda saat ini. Sikap Anda terhadap pasangan, anak,
dan orang lain, kemungkinan besar dapat ditemukan dalam sikap & reaksi Anda
yang Anda “pelajari/terima” ketika masih kanak-kanak.
Contoh
perbuatan atau hubungan suami dan isteri
Perbuatan
yang menipu
- Melakukan
segala sesuatu hanya untuk menyenangkan pasangan
- Sebenarnya
dilakukan bukan karena cinta, melainkan untuk mendapatkan penerimaan/cinta
pasangan
- Lebih
mengandalkan perasaan dibandingkan akal sehat, sehingga: sulit untuk
berkata “tidak”, lebih sering mengalah/berkorban, kurang objektif.
Teknik
mengelabui pasangan
- Suka
mengontrol/mengatur pasangannya, supaya memperoleh rasa hormat/respek
- Terlalu
mengandalkan rasio (objektifitas tinggi), sehingga: empati rendah, miskin
emosi, hambar, mudah marah, legalis, perfeksionis.
Hubungan
antara Peran Suami-Isteri Terhadap Keuangan Keluarga
Keluarga dan pekerjaan merupakan dua hal yang tidak terpisahkan, sebab keduanya saling mempengaruhi. Pekerjaan menghasilkan income, yang kemudian akan menentukan standar kehidupan keluarga tersebut.
Keluarga dan pekerjaan merupakan dua hal yang tidak terpisahkan, sebab keduanya saling mempengaruhi. Pekerjaan menghasilkan income, yang kemudian akan menentukan standar kehidupan keluarga tersebut.
Gambaran
ideal/tradisional
Laki-laki
sebagai providers sedangkan Perempuan sbg homemakers. Pada kondisi saat ini
mulai terjadi pergeseran. Wanita Bekerja: Pendidikan meningkat yang berpengaruh
munculnya tuntutan pendapatan, karir, jabatan meningkat, pengaruh meningkat,
kesadaran (awareness) terhadap personal option meningkat dan timbulnya
kebutuhan untuk self-expression & self-fulfillment.
Power in
Relationship & Decision Making
Tingkat
penghasilan suami-isteri berpengaruh terhadap besarnya kekuasaan masing-masing
dalam pengambilan keputusan. Uang sering diterjemahkan dengan kekuasaan. Jadi
ketika suami-isteri bekerja, konsep tradisional di mana suami yang selama ini
sebagai single power, mulai harus berbagi. Bagaimana jika penghasilan isteri
lebih besar? Posisi tawar menawar isteri bekerja juga semakin tinggi, sehingga
jika mereka merasa tidak bahagia, mereka tidak takut untuk (mengancam) bercerai.
Kebahagiaan Pernikahan
Kebahagiaan Pernikahan
Mana yang
lebih bahagia, keluarga yang double income atau single income? (tingkat
kepuasan pernikahan). Hasil riset mengungkapkan bahwa:
1. Isteri
rumahan lebih bahagia daripada isteri yang bekerja (gaji kecil, status rendah,
dll)
2. Isteri yang bekerja lebih bahagia daripada isteri rumahan
3. Para suami, baik dari isteri rumahan maupun isteri bekerja, tingkat kebahagiaannya sama
2. Isteri yang bekerja lebih bahagia daripada isteri rumahan
3. Para suami, baik dari isteri rumahan maupun isteri bekerja, tingkat kebahagiaannya sama
Apa artinya?
- Sikap/pandangan
masing-masing pasangan terhadap pekerjaan merupakan hal yang sangat
penting
- Jika
suami/isteri tidak setuju dengan pekerjaan pasangannya, atau jika isteri
bekerja hanya karena faktor ekonomi semata, maka konflik dan ketegangan
cenderung terjadi
- Bagi
para isteri yang lebih suka menjadi ibu rumah tangga akan merasa bekerja
menjadi sebuah keterpaksaan
- Sedangkan
bagi para suami yang berprinsip bahwa hanya laki-laki saja yang bekerja
akan merasa terancam perannya karena memiliki isteri yang bekerja, apalagi
kalau penghasilan isteri lebih besar (rendah diri)
- Bagaimana
dengan waktu bersama?
- Bagaimana
dengan beban isteri bekerja? Berarti suami (suami lebih sedikit perannya
di rumah)
- Setelah
uang, hal yang paling menentukan apakah seorang wanita yang menikah itu
bahagia atau tidak adalah seberapa besar keterlibatan suaminya dalam
urusan rumah tangga.
Beberapa
Prinsip tentang Peran Suami-Isteri
Peran yang
tepat akan membawa kebersamaan daripada keterpisahan. Kita sedang membagi
tanggung-jawab, bukan sekedar membagi tugas (tugas suami ini & tugas isteri
itu). Suami-isteri adalah “satu daging”, yang juga berarti satu tim kerja.
Beberapa
Prinsip tentang Peran Suami-Isteri, peran yang tepat dapat diperoleh dengan
mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan pasangan. Misal: kalau biasanya
pengaturan keuangan keluarga dianggap sebagai “tugas” isteri, namun kalau
ternyata suami lebih efektif dalam mengelolanya, maka suami bisa mengambil
alih.
Beberapa
Prinsip tentang Peran Suami-Isteri, peran yang tepat bersifat tidak kaku
(fleksibel). Misal: kalau isteri juga bekerja, maka tidaklah fair kalau semua
tugas rutin rumah tangga dibebankan pada dirinya saja. Peran yg tepat rela
berkorban: Ada beberapa pekerjaan yang “kalau bisa” bukan dia yang
melakukannya. Misal: bangun di tengah malam karena si kecil menangis, membantu
anak (kecil) buang air besar, dll
Money
Matters
“Cinta akan
uang adalah akar dari segala kejahatan” Dapat disejajarkan dengan:”Salah dalam
mengelola keuangan merupakan akar dari segala jenis permasalahan manusia”
Eksistensi
uang bukanlah masalah utamanya, melainkan sikap (attitude) terhadap uang dan
ketidakefisienan (inefficiency) dalam mengelola uang secara bijaksana. Baca:
Ibr 13:5
Apa yang
Alkitab katakan tentang uang?
- Uang
harus dipandang secara realistis. Artinya: uang dan kekayaan hanya
bersifat sementara (temporer) Contoh: Luk 12:16-21. Mengapa Yesus
mengatakan bahwa orang kaya tersebut adalah bodoh? Karena orang tersebut
hanya kaya secara duniawi tapi miskin dalam relasi dengan Allah karena
baginya uang menjadi pusat (center) hidup.
- Uang
disediakan oleh Allah (Fil 4:19; Mat 6:25-34). Oleh karena itu, semua yang
kita miliki adalah “milik” Allah. Kita diminta untuk bergantung pada
pemeliharaan dan penyertaan (providensia) Allah (bagi orang beriman
mencegah kekuatiran)
- Uang
dapat menjadi sumber masalah: a). Vertikal: menghambat pertumbuhan rohani.
Yesus mengatakan bahwa uang dapat menjadi allah lain dihati kita, sehingga
kita harus “memilih” siapa yang menjadi Allah kita: Yesus atau Uang. b).
Horizontal: sumber konflik dengan sesama (Luk 12:13-15)
- Uang
harus dikelola secara bijaksana. “God’s own it, and I manage it” Tuhan
yang empunya, kita hanya sebagai pengelola oleh karena itu: a. Gained
honestly, b. Invested carefully, c. Spent realistically, d. Shared
joyfully.
Penyebab
Masalah Keuangan
1.
Nilai-nilai yang terdistorsi. Materialisme, Hedonisme, Konsumerisme, Instan,
Keserakahan, dll.
2. Penggunaan yang tidak bijak
a. Impulsif (contoh: suami yang selalu “menggandeng mesra” isterinya kalau di mall karena takut lepas dan tak terkendali dalam berbelanja)
b. Tidak ada limitasi
c. Spekulasi, akarnya: ingin cepat kaya (contoh: seorang bapak yang ludes uang pensiunnya karena spekulasi di bisnis yang tidak dikuasainya).
d. Kredit. Beberapa hal yang perlu diperhatikan:
2. Penggunaan yang tidak bijak
a. Impulsif (contoh: suami yang selalu “menggandeng mesra” isterinya kalau di mall karena takut lepas dan tak terkendali dalam berbelanja)
b. Tidak ada limitasi
c. Spekulasi, akarnya: ingin cepat kaya (contoh: seorang bapak yang ludes uang pensiunnya karena spekulasi di bisnis yang tidak dikuasainya).
d. Kredit. Beberapa hal yang perlu diperhatikan:
•
Menggunakan kartu kredit seolah-olah tidak mengeluarkan uang (riil), sehingga godaan
untuk belanja sangat besar (impulsive buying)
• Penggunaan credit card (yang tidak bijak) merupakan cara “membelanjakan uang yang tidak kita punya dan membeli barang-barang yang tidak kita butuhkan”
• Penggunaan credit card (yang tidak bijak) merupakan cara “membelanjakan uang yang tidak kita punya dan membeli barang-barang yang tidak kita butuhkan”
3.
Perencanaan (budget) yang lemah
Fungsi budget:
Fungsi budget:
· mencegah
impulsivitas (harus mempertimbangkan prioritas)
· kontrol pengeluaran
· menyisihkan untuk tabungan (saving)
· antisipasi masalah untuk menghindari/mencegah stress
· alokasi pemberian/persembahan
· kontrol pengeluaran
· menyisihkan untuk tabungan (saving)
· antisipasi masalah untuk menghindari/mencegah stress
· alokasi pemberian/persembahan
4. Kurang
memberi. Ada 3 area
menurut Alkitab: Tuhan, sesama tubuh Kristus, dan orang miskin. Dilakukan
dengan kacamata iman (memberi dan menerima adalah paralel bagi Tuhan). Ada
janji berkat Tuhan di balik persembahan kita berikan, meski berkat Tuhan tidak
selalu identik dengan uang.
Menghadapi
Pasangan yang Terlalu Banyak Belanja
- Sadari
bahwa suami-isteri adalah satu tim dalam masalah keuangan. Kemungkinan
besar tidak ada seorang suami/isteri pun yang suka “diingatkan” Mengapa?
Ia merasa tidak dipercaya, tidak dihargai, dll Perhatikan! Adalah
lebih penting menjaga relasi yang sehat dibandingkan detail daftar
pengeluaran. Jika kita menempatkan relasi suami-isteri sebagai satu tim,
maka akan lebih mudah untuk mencari solusi terhadap pengeluaran yang tidak
disepakati.
- Mencoba
memahami alasan di balik sikap pasangan tersebut. Akar dari masalah ini
adalah: “mencari rasa aman” (security) Misal: Kalau isteri selalu beli
make up bermerk keluaran terbaru terciptanya rasa aman untuk selalu
terlihat cantik di mata suami.
- Memberikan
pemahaman bahwa kita harus “hidup” di bawah jumlah penghasilan. Kuncinya
adalah: budget planning yang baik.
Tuhan Yesus memberkati
Komentar